Muara Teweh merupakan ibukota dari Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Nama Muara Teweh berasal dari Bahasa Banjar Kuala yaitu “muara”; sedangkan Banjar Hulu menyebutnya “muhara.” Komunitas suku Bayan Dusun Pepas, Muara Teweh disebut Nangei Tiwei. Nangei artinya “tumbang, muara”; sedangkan Tiwei artinya “ikan seluang Tiwei.” Komunitas suku Bayan Bintang Ninggi menyebut Muara Teweh sebagai “Nangei Musini” yang artinya “Muara Musini.” Sementara Komunitas suku Dusun Taboyan Malawaken menyebut tempat ini sebagai “Ulung Tiwei.” Ujaran Ulung Tiwei merupakan ujaran yang berasal dari rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Penyebutan Ulung Tiwei kemudian dimelayukan menjadi Muara Teweh oleh pihak kolonial Belanda.
Penduduk asli Muara Teweh adalah mereka yang berasal dari suku Dayak Maanyan dan suku Dayak Taboyan (Dayak Tawoyan). Suku Dayak Maanyan atau disebut juga suku Dayak Barito Timur diperkirakan ada 85.000 jiwa saat ini. Mereka menggunakan bahasa Maanyan, Ngaju, Banjar, dan Indonesia untuk berkomunikasi sehari-hari. Sementara itu, suku Dayak Taboyan kini ada sekitar 5.000 jiwa. Mereka pada umumnya tinggal di tepian aliran Sungai Teweh. Mereka menggunakan bahasa Tawoyan dan Lawangan untuk berkomunikasi.
Benteng peninggalan Belanda pernah berdiri di Kota Muara Teweh. Sekarang ini, lokasi benteng digunakan sebagai Markas Kepolisian Resor Barito Utara. Sebuah kapal onrush yang karam di dekat teluk mati adalah milik Belanda pada masa penjajahan dahulu.
Kendaraan roda empat belum masuk ke kota ini sampai sekitar menjelang tahun 1962. Padahal, Muara Taweh adalah kota kabupaten. Transportasi darat didominasi sepeda roda dua dan berjalan kaki. Penduduk Muara Taweh memanfaatkan transportasi sungai melalui Sungai Barito untuk bepergian ke kota-kota lain di sekitarnya. Pinggiran Sungai Barito dipenuhi oleh rumah-rumah apung. Dalam bahasa setempat, rumah model itu disebut rumah lanting. Satu buah jeep dan sebuah truk milik militer adalah kendaraan roda empat pertama yang masuk di kota tersebut.
Kegiatan transportasi udara terbantu dengan hadirnya Bandar Udara beringin. Bandara tersebut berada di ketinggial 39 meter di atas permukaan laut. Saat ini, bandara dengan landasan pacu sepanjang 900 meter itu melayani penerbangan dengan tujuan Palangkaraya, Balikpapan, dan Banjarmasin. Penerbangan-penerbangan tersebut dilayani oleh maskapai Aviastar, Pelita Air Service, dan Susi Air.
Muara Teweh dikenal sebagai kota wisata air. Sebutan ini muncul karena banyak rumah apung yang berada di tepian Sungai Barito. Rumah-rumah itu benar-benar merupakan tempat tinggal para warga bukan hanya pasar untuk jual beli barang. Rumah apung Muara Teweh dianggap sebagai kearifan lokal sekaligus sebagai penangkal banjir. Bentuk rumah yang demikian dianggap bisa mengakomodasi kondisi kawasan tersebut yang rawan genangan.
DOcar menyediakan layanan sewa mobil dengan tujuan ke seluruh penjuru Muara Teweh. Unduh aplikasinya di Google PlayStore gratis. Pesan sekarang!
Muara Teweh dikenal sebagai tempat dibudidayakannya durian papaken. Durian asli daerah ini hanya bisa dinikmati pada bulan Februari hingga Maret. Perkebunan durian di Muara Taweh menyediakan setidaknya 23 varietas unggul durian salah satunya adalah durian montong. Sedangkan kekayaan alam laut Muara Teweh yang paling banyak dikenal masyarakat adalah ikan saluang, ikan lays, dan udang. Restoran seafood di kota ini selalu menyediakan hidangan yang segar.
Hotel JnB Muara Teweh terletak di Jalan Pramuka No. 03, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Hotel ini menyediakan 43 kamar dengan fasilitas AC, lemari pakaian, TV layar datar, rak pakaian, area tempat duduk, kamar mandi pribadi disertai shower, sandal, dan perlengkapan mandi gratis. Para tamu bisa melihat pemandangan taman dan kota dari jendela kamar. Fasilitas umum lainnya termasuk parkir valet gratis, layanan tiket, layanan binatu, penyimpanan bagasi, dan pusat kesehatan.